Program sertifikasi guru yang telah dilakukan sejak 3 tahun terakhir 2006-2008 telah dilaporkan terjadinya penipuan yang amat sangat memalukan. Penemu7an dari tim monev independent mengenai Program sertifikasi guru (kuota 2006-2008) telah terjadi pemalsuan sertifikat dalam pengusulan portofolio guru secara besar-besaran (Kompas 9 April 2009). Salah satu dari ketiga komponen yang dinilai dalam portofolio yaitu keterlibatan guru dalam memalsukan dokumen tentang keikutsertaan mereka dalam forum-forum ilmiah, pengalaman mengikuti organisasi pendidikan dan sosial kemasyarakatan dan penghargaan yang berkaitan dengan pendidikan. Khususnya Tim Monev mencurigai keaslian nama, tanggal dan tanda tangan dari sertifikat seminar, workshop dan Training yang diikuti oleh para guru yang dilampirkan dalam portofolio.
Namun, saya
sebagai salah satu assessor yang terlibat dalam pemeriksaan portofolio (periode
2006-2008) saya menemukan komponen-komponen lainnya yang dipalsukan yakni;
kualifikasi akademis dan pengalaman mengajar dan Rencana Pembelajaran. Diklat,
kondite guru, prestasi akademik, dan pengembangan profesi Juga tidak terlepas
dari pemalsuan yang juga ditemukan oleh assessor lain.
Tentulah ini
merupakan suatu kejadian yang sangat memalukan dan memberikan dampak buruk
terhadap guru-guru yang masuk dalam daftar tunggu kuota selanjutnya. Bila tidak
diambil langkah yang tegas, maka sepertinya proses sertifikasi tahun ini akan
terjebak pada permasalahan yang sama dan akan mencoreng wajah pendidikan
di Indonesia.
Meluasnya
penggunaan sertifikat palsu menandakan guru-guru tidak mempunyai kesempatan
untuk mengikuti forum-forum ilmiah dan/atau kurang percaya diri untuk
mengembangkan kemampuan diri mereka dalam forum diskusi ilmiah. Sehingga
mengakibatkan mereka tidak mempunyai dokumen sah yang dibutuhkan sebagai prasyarat
dalam portofolio.
Namun, sejauh
pengetahuan saya tidak semua guru melampirkan dokumen palsu dalam portofolio
mereka. Ini memperlihatkan bahwa kehadiran mereka hanya sebagai peserta pasif
dalam seminar-seminar. Namun beberapa dari mereka menjadi penyampai materi di
tingkat nasional dan internasional. Ini menggambarkan bahwa sesuai fakta yang
ditemukan guru-guru kurang memiliki kesadaran untuk melakukan penelitian,
mereka memfokuskan diri untuk mengajar dan mengabaikan kepentingan penelitian
yang merupakan bahagian dari pengembangan karir mereka. Selain itu mereka juga
kurang peduli atas pentingnya melakukan penelitian dan mempresentasikan hasil
penelitian mereka di forum diskusi ilmiah.
Ini adalah
kejadian yang sangat ironis dimana guru yang seharusnya menjadi model
pembelajaran bagi siswa mereka memberikan contoh yang buruk dengan melakukan
penipuan dalam usaha mereka untuk mencapai pengakuan professional. Dalam pola
hidup kita yang menganut paham menghormati dan meniru prilaku orang yang lebih
tua, guru diposisikan sebagai orang yang harus dihormati dan dicontoh (digugu
dan ditiru) dihormati dan dipercaya walau apapun kondisi yang dihadapinya.
Akan tetapi
sangatlah tidak bijaksana untuk menyalahkan guru sepenuhnya. Hal ini dapat
dipandang dan dimengerti sebagai cara guru-guru untuk melampiaskan dan
memberitahukan keputusasaan mereka atas kurangnya penghargaan pemerintah dan
masyarakat pendidikan atas lamanya pengabdian yang telah mereka berikan bagi
dunia pendidikan. Guru –guru mendapat gaji yang rendah; kurang dihargai; kurang
mendapat pengakuan, dan usaha mereka untuk melakukan pengembangan diri sangat
kurang didukung.
Akan tetapi,
di luar kontroversi ini program sertifikasi ini harus dilihat sebagai usaha
keras pemerintah untuk meninkgatkan keprofesionalisasian guru di Indonesia.
Program ini dapat dijadikan ajang bagi guru untuk bersaing secara sehat dengan
menampilkan bagaimana mereka telah memberikan kontribusi untuk dunia pendidikan
melalui profesi mereka.
Guru-guru juga
harus ingat bahwa prestise dari keprofesionalitasan mereka tidak hanya dapat
dinilai oleh selembar kertas yang berupa sertifikat. Dan yang paling penting
adalah untuk mendapatkan keprofesionalisan itu adalah sebuah jalan yang tak
pernah berakhir dan membutuhkan pengabdian dan komitmen seumur hidup terhadap
suatu jalan yang telah kita pilih.
Soetiono
Sugiharto
Editor Kepala
Indonesian Journal of English Language Teaching
Atmajaya
Catholict University, Jakarta
(Terjemahan bebas oleh Cut Deni Fitri Nadia, SH, MA dari
artikel di Jakarta Post, tanggal 16 Mei 2009 hal 7: “Fraud in Teacher
Certification Program: Who’s to blame?”)